Jumat, 27 Februari 2009

Tak Kan Lari Nunung Dikejar

Keren juga posenya si Minah

Bosan dengan ritual malam taon baruan, dari taon2 ke taon, untuk merayakan old and new hanya untuk melihat kembang api, kongkow2, renungan suci (make a wish) dan puncaknya clubbing. Perjuangan melihat kembang api cukup melehkan tidak sebanding dengan yang dilihat, hempit2an, tunjang2an, tendangan2an. Pada hal dari taon ke taon gitu2 adja gak ada peningkatan dan perubahan. Maleskan…!!!! Malam taon baru 2007 kemaren tampil beda, permintaan teman2 untuk merayakan taon baru di Bukit Lawang aku kabulkan. Secara aku khan ketua suku, jadi hak veto ada diaku. Karena rencananya dadakan, minim budget, akhirnya kami putuskan untuk melakukan perjalanan dengan angkot PISSSSS (paket irit sekali sehingga selonjor saja susah).

Perjalan dimulai dari Bandara polonia dengan KPU (koperasi Pengangkutan Umum) menuju ke terminal Pinang Baris. Supir angkot sibuk menyuruh kami duduk 6 8 (enam lapan). Barisan dibelakang supir harus 8 orang dan sebelahnya 6 orang, (Seperti mo di photo adja harus rapi pake aturan. Heran dech… !!!). Mau menempatkan bokong adja susah banget. Kebetulan orang2 yang sebaris dengan aku segedek bagong. Harus berhempit2an ria. 6 8(enam lapan) cocok untuk orang2 kemaren (kerempeng mana keren). Trus perjalanan dilanjutkan dengan bus busuk menuju bukit lawang. Dewi fortuna lagi cuti sakit hari ini, kesialan tidak henti2nya menghujam kami, hampir semua bus ke Bukit Lawang penuh. Gang di bus sudah penuh sesak dengan orang2 berkeringat, busnya hanya difasilitasi AC (angin Cepoi2) doang. AC yang sebagai mediator pengantar aroma theraphy keringat asam manis ke seluruh penjuru bus. Gang dibus sudah mirip gang senggol. Maju kena, mundur kena. Ransel dipunggungku sebagai senjata utama untuk menyingkirkan orang2 sekitarku. “Mas ranselnya dong nyenggol kita” kata seorang penumpang yang berada di belakangku sambil menjauh dariku. “maaf mbak, iya niy memang ransel sekarang payah diatur” Jawabku penuh dengan penuh canda. Syukur setelah 1 jam berdiri ada penumpang yang turun. Akhirnya aku dapat menikmati sempitnya kursi bus busuk ini. Tetep dengan kursi 3(tiga) kiri 3(tiga) kanan, mati gaya, gak bisa bergerak dikitpun. Ramuan BKpangkat3 (bau kaki, bau ketek, bau keringat) tercium tajam dihidungku. Menggugah selera untuk mengeluarkan yang ada didalam perutku.

Perjalanan memakan waktu 3(tiga) jam dan jalannya banyak yang berlubang. Kepala saling beradu, tangan saling meninju, badan bertahan kaku, karena ulah oak supir. Heran supir busnya bukan menghindari lubang tapi hobbynya mencari lubang seperti pengantin baru yang lagi kejar setoran.

Setelah perjalanan yang cukup melelahkan & penuh rintangan, akhirnya tiba juga tempat yang dinanti2 kan. Waaahhhhh Bukit Lawang, sekali dayung 2 3 pulau terlampaui. 3 in 1 dalam satu paket isinya terdapat 3 objek, sungai yang airnya jernih, hutan tropis yang lebat dan orang utan yang hanya terdapat di pulau Sumatra & Borneo. Bukit lawang terletak di bagian timur gunung leuser dengan populasi orang utan lebih dari 5000 orang (orang ataw ekor yak). Kami menginap di Ecolodge Hotel dengan desain natural. Dinding terbuat dari tepas, genteng terbuat dari daun rumbia. Perpaduan natural yang solid. Rata2 penginapan dan restaurant di Bukit lawang memiliki arsitektur yang natural terbuat dari ranting, dahan dan kayu.

Pagi itu tidurku semakin terlelap oleh air sungai Bahorok yang mengalir gemericik, angin semilir menghembus halus gorden, serangga2 mengeluarkan suara2 secara bergantian seperti lagu pengiring tidur yang menina bobokan kami. Raja siang mulai menyinari bumi yang menorobos celah2 dinding tepas kamar yang membuat tidurku terjaga. Siallll…….!!!!!Bangun keesiangan, gatot (gagal total) rencana hari ini. Seharusnya jadwal pagi ini melihat pemberian makan orang utan. Mau apalagi…!!! Setelah sarapan di ecolodge salah dua orang dari waiter restoran memberitahu kami bahwa ada objek laen yang dapat dilihat. gua kelelawar. Sesuai namanya gua ini berisi kelelawar dan batu megalit runcing yang menggantung di langit2 gua.

Ternyata pemberian makan orang utan pake shift. Jam besuk pertama pukul 8:30 - 9:30AM dan jam besuk kedua pukul 3:00 - 4.00PM. Sore itu juga kami berniat untuk melihat orang utan. Padahal kaki aku uda mo patah menjelajahi gua kelelawar. Untuk melihat orang utan tidak segampang yang aku bayangin.
Pertama, dengan arus sungai yang maha dasyat kami harus menyebrang sungai dengan tongkang (perahu kecil) yang melawan arus. Trus abang tongkangnya cuma pake CD doang, tampangnya hancur abis, badan udah tinggal tulang, kerempeng, plus bimoli (bibir montok 5 inci).
Kedua, Niy dia kerjaan yang paling gue malas, tempat pemberian makan orang utan harus mendaki sekitar 45menit. Jalannya licin, dan banyak pacat. Butuh extra hati2 tingkat tinggi. Jijai bajjai dech…!!! Tapi terharu biru juga sih dari sekian banyak pengunjung yang melihat pemberian makan orang utan hanya kami bertiga orang Indonesia sisanya bulek. Jadi dapat perhatian extra. Dibantuin photo dengan orang utan, boleh bantuin ngasih makan orang utan, walau agak takut2 juga. Sipawang orang utan udah teraik2 di belakangku agar tidak mendeketi Minah. Siapa yang tau kalau itu minah. Gak ada bacaanya trus tampang orang utannya sama semua. Bukan salah aku kalee. Aduuuuhhhh halusnya tangan si minah yang mangambil pisang dari tangan ku. (Minah adalah orang utan yang paling agresif, selalu mengambil jatah makan temannya. Hampir semua orang utan takut dengan si minah. Minah berubah menjadi agresif sejak anaknya diambil oleh pemburuh). Tidak setiap pemberian makan orang utan selalu datang orang utannya. Apabila tidak datang maka rehabilitasi bisa dikatakan berhasil, artinya mereka dapat kembali kehabitatnya mencari makanannya sendiri. Tak kan lari nunung dikejar. Lucky us, shift pagi tadi orang utan kesiangan juga bangunannya, jadi gak ada yang datang, malah shift sore kami dapat melihat 5 ekor orang utan.

Turun dari tempat pemberian makan orang utan, nampak pemandangan yang janggal, disungai banyak sekale orang2 Indonesia yang berkelompok2, malu aku ceritainnya, jauh2 dari berbagai penjuru hanya sibuk mandi2 di sungai, berenang2 gak jelas. Pokoknya uda gak nampak lagi kaalu itu sungai tapi sudah mirip seperti lautan manusia. Mau gerak adja susah saking bejibunnya manusia, apa lagi renang. Kalau Cuma mandi kan bisa di kolam renang atau kamar mandi. Cukup ironis tak jarang dari mereka gak tahu kalau Bukit Lawang terkenal dengan pusat rehabilitasi orang utan. Yang mereka tahu hanya sungai Bahorok.

Catatan kecil:
Kalau berniat pergi ke Bukit Lawang hindari weekend & hari libur agar tidak crowded penuh dengan lautan manusia renang gak jelas di sungai Bahorok.
Orang utan adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang berbulu kemerahan, terkadang cokelat, hidup hanya di Pulau Sumtra dan Borneo. Mereka memiliki tubuh yang gemuk, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor.
Orang utan memiliki indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap dan peraba.
Orang utan besarnya kira2 2/3 dari ukuran gorilla. Untuk betina tingginya 0,8 – 1,1m dan beratnya sekitar 59kg. Sedangkan Jantan tingginya 1 – 1,4m dan beratnya sekitar 90kg.
Kamarnya yang natural

Minggu, 15 Februari 2009

The Rock Star Toreloto Beach

Toreloto in Action


Setelah 2 hari cancel dengan alasan cucaca buruk, akhirnya aku dapat mendarat dengan mulus di Binaka Airport, Gunung Sitoli Nias. Seperti airport kecil laennya tidak ada yang spesial. Petugas check in yang tidak kenal ramah tameng dengan wajah sadis melayani customer dengan rokok ditangan, petugas airport tax yang duduk sejajar dengan petugas donasi mirip kelompencapir yang siap bertanding. Namanya aja donasi, tapi obligatory harus dibayar, emang jumlah tidak banyak cuma 3.000 perak. Tapi terkadang tetep adja ada yang gak ikhlas, namanya donasi kok dipaksa. Ada petugas X-ray yang kadang males mengidupkan mesin scan X-raynya. Blom tau jelas apakah mesinnya rusak ataw petugasnya yang males memeriksa bagasi. Yang paleng lucu ruang keberangkatan yang belum menggunakan alat speaker mengharuskan petugas boarding teriak2 seperti di terminall bus. “Merpatii-merpati-merpati, ayo pak, bu merpati silahkan boarding”. Teriak salah seorang petugas boarding dengan menggunakan toak dikalungkan dilehernya. Yang membuat aku terpukau seorang bocah menarik bagasi penumpang (pesawat Foker 50) dengan troli seorang diri ke ruang baggage claim, jumlah penumpangnya sekitar 50 orang. Wahhh hebat tapi tetep tak manusiawi. Tanpa ada komando seluruh penumpang yang jauh mendekat dan yang dekat merapat ke baggage claim area. Semua penumpang sibuk menunjuk bagasinya masing2 yang dilayani oleh hanya 2 orang petugas. Tak seorangpun yang berinisiatif untuk menunjukan sifat budaya antri (Bebek adja bisa antri, kok manusia kalah sama bebek gak mo antri). Namanya travel bag hampir mirip semuanya, aku sendiri gak mau kalah sampe 3 kale menjuk bagasi yang mirip dengan miliku. Tapi setelah dicocokan nomer dengan bagasinya salah. Capek dehhhh…!!!

Perjalan dilanjutkan ke Lahewa. Pada saat itu Gunung Sitoli – Lahewa ditempuh dalam waktu 4 jam. Padahal jaraknya Cuma 80km. Banyak jalan yang berlubang, jembatan putus, jembatan temporary yang terbuat dari batang kelapa, kalu ban mobil terselip siap2 lah mendarat ke sungai. Ada 1 jembatan panjang yang bernama Muzoi. Disitu terlihat jembatan sampe 3 buah (1 buah collapse, 1 buah temporary dan 1 buah dalam proses pembangunan). Muzoi bisa mendapat piala citra kalau ada kategori untuk jembatan terbanyak.

Setelah makan siang di Ina Irfan (ina dalam bahasa nias artinya ibu, orang nias menyebutkan nama panggilan mereka pada anak pertamanya. Jadi Ina Irfan artinya Ibunya si Irfan/Irfan adalah anak pertama) kami menuju pantai Toreloto dengan menggunakan sepeda motor. Tepat didepan jalan menuju pantai terbangun gapura selamat datang yang terbuat dari batang kayu kelapa menyambut kami. Kami menyusuri jalan setapak yang sebelah kiri dan kananya dihuni tumbuhan liar semak belukar yang tingginya melebihi pinggang orang dewasa. Pantai yang unik, pasir putih terhempar didepan mata, air jernih yang tenang dan batu2 karang raksasa yang berjejer rapi tak jauh dari bibir pantai yang membelah lautan seperti terbelah dua menjadikan pantai ini begitu berbeda. Sekali2 tampak melintas didepan kami beberapa nelayan menggunakan perahu tua dengan bapak tua yang piawai mengemudikannya.

Keindahan laen yang tampak jelas beberapa gubuk tua yang berjajar di pinggir pantai dan batu karang raksasa muncul dipermukaan bibir pantai. Kami yang pada saat itu ber8 orang berlomba2 lari untuk berdiri diatas batu karang raksasa untuk berpose ria. Inilah saatnya yang tepat untuk mengabadikan momen. Beberapa batu karang raksasa masih unjuk gigi dengan perkasanya dibawah sinar mentari, namun tepat di sebelah gubuk tempat kami berteduh tampak batu karang raksasa yang telah dikapak olah orang yang tak bertanggung jawab, tak secuilpun tersirat seni digoresan batu itu, tidak jelas maksud dan makna yang terkandung dalam bentuknya.

Pasir pantai yang tadinya berwana putih-cerah memantulkan cahaya berubah menjadi terlihat putih abu2 seiring tenggelamnya matahari. Inilah waktu yang tepat untuk menjalankan misi ritual kami, berendam, berenang, mengapung dan terkadang jiwa masa kecil suram kami timbul. Melompat dari batu karang, lempar2an pasir dan siram2an air. Segar rasanya berenang di air yang jernih tenang tanpa ada ombak sedikitpun, seperti berenang di kolam renang raksasa yang luas tanpa bertepi. Novi, Roy, Imey, Elis dan Pit sibuk berenang dengan menggunakan life jacket dan google. Sementara aku dan Indah sibuk memotret ulah pose nakal mereka dari berbagai sisi. Rasanya, menghabiskan waktu seharian disni pun tak akan bosan!!

Dari kejauan mulai tampak jelas perahu tua menuju kearah kami. Akhirnya yang kami tunggu2 datang juga. Kami menunggu perahu tua itu untuk merapat kebibir pantai. Tak sungkan beberapa diantara kami membantu bapak tua itu untuk mendorong perahu agar merapat ketepi pantai. Setelah ritual mendorong perahu selesai, kami segera merubungi nelayan dengan harapan terbesit didalam hati kami, semoga hasil tangkapannya melimpah ruah. Namun tidak sesuai dengan yang diharapkan hasil tangkapanya hanya tiga ekor ikan bawal diet. Tak terasa mentari sudah digantikan dengan rembulan. Kami hanya dapat membeli tiga ekor ikan bawal diet untuk dibawa pulang. Perut kami mulai terasa keroncongan karena pengaruh dari berendam air seharian.

Seperti daerah pedalam laennya, bila malam tiba berarti kota mati telah datang. Tidak ada kehidupan dan kegiatan. Kami hanya dapat berpangku tangan, bercengkram satu sama yang laen dan sibuk dengan kegiatan yang tak menentu arah. Jaringan GPRS yang lambat membuat kami enggan untuk bersentuhan dengan dunia maya. Malam semakin larut, yang terdengar jelas hanya suara jangkrik2 yang berlomba2 bernyanyi memacahkan keheningan malam sebagai bulu perindu dongeng sebelum tidur, menunggu malam berganti dengan hari yang penuh petualangan.

Catatan:
Seiring dengan perkembangan Rehabilitasi dan Konstruksi jalan di seluruh penjuru Nias. Lahewa sudah dapat ditempuh tidak lebih dari 2 jam dari Ibukota Nias, Gunung Sitoli.

Sabtu, 07 Februari 2009

Asyiknya Jadi PSK

Lima dari anggota PSK

Gempa bumi Nias tanggal 28 Maret 2005 yang berkekuatan 8,2SR menewaskan ratusan bahkan ribuan orang membawaku menjalani profesi ini. Disni aku bertemu rekan2 seprofesi dan seperjuangan yang lucu2, pokoknya gak kalah lucu dengan srimulat.

Ada Roy dorman yang berasal dari Manduamas negri anta berantah. Orangnya asyik, ramah (rajin menjamah) and cowok murahan (siapa saja di tampung di kamarnya yang luasnya gak lebih dari 2x2m, termasuk aku yang sering menghabiskan weekend di Gunung sitoli). Ngakunya sih Roy lefrand, padahal lebih pantes kalau dijuluki roy klaperan, karena badannya yang kurus kering, tinggal angin and tulang, kalau kentut tulanglah yang tersisa.

Ada Elis yang gak kalah hebatnya dengan Deby Sehartian yang menciptakan bahasa gaul, tapi elis menciptakan bahasa digauli. Contohnya jeruk nipis menjadi jeryuk nipais, pipis menjadi paipais, elis menjadi elais… pokoknya elais memperkosa bahasa Indonesia yang tidak sesuai dengan e ye de.

Ada Siti Dini maisayarah yang paling seneng kalu dipangil imey (no mesin HP). Anaknya rajin, jujur, ramah, tamah, sopan, santun dan tidak suombong. Salah dua dari keunggulannya adalah never say no dan sedikit pelupa. Jadi tips untuk buat janji dengan imey, siapa telat dia dapat. Ngehh gak siih?? Gini contohnya: “Mey nti makan siang bareng ya” kata elais via telpon. “Ok dech” jawab imey tanpa pikir 2 kali. Sejam kemudian “Mey renang yuks” ajak roy. “iihhhhh mau dong” jawab imey tanpa merasa bersalah telah mengkhianati elais. Jam makan siang tiba. 1 message received “Aku uda di depan rumah, elais”. “Elais aku lagi jalan ama roy, mo renang, gabung yuk!!” Jawab imey diujung telponnya tanpa merasa berdosa. “50 x 2 capek dechhh, Ketik C spasi D capek dechhh” Jawab elais via SMS.

Ada Budi yang paling senang diuji, puji, suci, wangi, sepanjang hari. Orangnya suka bergaya jadul 70s. Dan yang paling gila pada saat farewell partynya (resign karena diterima di t4 laen). Idenya gila abizzz. Niy anak buat lucky draw, tau gak hadiahnya? Dia lelang barang2 bekasnya seperti lucky draw. Ada yang dapet obat bekas, payung rombeng, jacket second. Hadiah utamanya upsss maaf C-KO (cakep kotor) dapat CD (celana dalam) bekas…

Ada Elvina, dijuluki sebagai wonder woman karena kehebatannya. Seorang single parent yang sibuk mengasuh hasil buah percintaanya Donda namanya. Sekarang duduk di bangku kelas 4SD (suaminya meninggal ketika dia mengandung 9bulan). Keunikannya kalau sudah kerja lupa maen, (kalau sudah maen lupa kerja). Typical cewek yang pekerja keras.

Trus ada Martha. Sekarang bert4 tinggal di daerah tari hula2 berasal. Suaminya dari negri paman sam dan anaknya baru satu (cewek). Suka buat janji dan gak ada hujan gak ada badai last minute janjinya di batalin. Maaf ya Mar buka kartu. Tapi bagaimanapun orangnya baek hati, suka menawarkan bantuan dan tidak segan2 menawarkan jasa menjadi supir pribadi kami hehehheheheh.

Karena memiliki kegilaan, kebodohan, kehebohan yang dibilang hampir mirip dan merasa seumur, sejiwa, sesaudara, sejigong, tercetuslah ikhar membentuk satu genk, kami namai R2S (rekan-rekan sebaya). Tapi tidak bertahan lama, karena penduduknya pada urbanisasi. Seperti Martha ikut suaminya ke hawai, Imey balek ke Medan (mo deket mama), Budi udah berada di Teluk Dalam (gabung dengan NRP), Ibu Elvina sibuk dengan kerjaannya merancang Pengurangan Resiko Bencana (sekarang di juluki Ina Laptop, ina dalam bahasa Nias artinya Ibu)

Karena kekurangan anggota, akhirnya kami yang tersisa melakukan ekspansi untuk menambah pergaulan. Malam perayaan 2 taon gempa di Pantai Bunda membawa kami bertemu rekan2 sesama PSK laennya. Ada jeung agil (Aji Gile) dari UN, Jeung Pit Darma dari SCUK, Jeung Ade Dermawan dari SCUK, Jem But (misstype seharusnya jeung bud) dari NRP, Jeung Novri dari CWS, Pokoknya ada jeung2 laen yang kalau disebutin jumlahnya lebih dari ratusan. Karena ada ekspansi maka ada perubahan nama genk, anak2 setuju dengan nama J2C (jeung-jeung club).

Disini era kehidupan baru di mulai. Nias yang kami juluki City of Nothing (no swimming pool, no plaza, no gym, no theatre) membuat kami ingin mengeksplore alamnya. Banyak hal yang kami kunjungi di sini, budaya, alam dan pantai. Mau tau apa adja yang kami temukan disini? Akan aku ceritakan diepisode yang akan datang. Trus pantengi traveller mania.


Jangan negative thinking doloe. PSK itu adalah kependeken dari Pekerja Sosial Komersial. Selaen yang aku ceritakan tadi banyak fasilitas laen yang tidak diberikan oleh profit oriented company. Misalnya:
Ada Housing Allowences atau disediakan guest house.
Ada Annual leave of 2,5days per completed month of service, jadi satu taon cutinya 30 hari. Puas dech tuk berlibur..
Ada Sick leave of 2 days percompleted month of services, gak butuh surat dokter lho. Jadi bisa PPS (pura2 sakit).
Ada 5 working days R&R (rest & relax) per completed 3 months of service, tiap tiga bulan sekali boleh liburan plus dapat return ticket gratis dari point of hire.

Ada R&B = rest in bed hehehehhe…
Kalau uda bosan dapat RnR alias resign never return.

Catatan kaki
Tuhh asyik khan jadi PSK, kalau uda tau jangan bilang siapa2, takut banyak yang berminat, jadi banyak saingan. Aku khan takut tersaingi.

Rabu, 04 Februari 2009

Supplier Kampung Yang gak Kampungan

Niy dia rumah bantuan Palang Merah Kanada
Perasaan senang tercampur dengan keraguan menyelimuti diriku pada saat itu. Seharian terus memikirkan job offer yang aku terima dari Palang Merah Kanada. Sudah kesian kalinya ku pandangi monitor. Karena merasa tidak puas akhirnya aku print, karena tidak percaya dengan yang aku baca, kuberanikan diri meminta kepada teman membacakannya untukku, namun tidak berubah juga, tetap aku ditempatkan di Lahewa. Kelihatan aneh, tapi inilah yang terjadi. Pada umumnya seorang procurement bekerja di wilayah perkotaan, setidaknya aku ditempatkan di Gunung Sitoli, Ibukota Nias.

Ibukotanya saja tidak lebih dari 2km persegi luasnya, dan hanya ada satu lampu merah dipersimpangan Diponegoro & pelita, itupun tidak berfungsi, angkutan lokal hanya becak dayung & becak mesin. Bila malam tiba seperti kota mati tidak ada kehidupan ditambah mati lampu bergilir yang kerap terjadi. Ibukotanya saja seperti ini. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana dengan lahewa. Tapi demi kemanusian aku bulatkan tekad ku. Aku pasti bisa.

5 Juni 2007.
Hari kedua bergabung dengan Palang Merah Kanada- Lahewa, Nias. Aku baca semua standar & prosedur Finacial Limit for Purchases of Goods and Services. Dalam hati membantah ingin rasanya memberontak, “gila hanya 1 juta membutuhkan 3 penawaran”. Tapi yang namanya peraturan di buat untuk dijalankan bukan untuk dilanggar.

Misi Minggu pertama
Mengenal tempat, Keliling2 supplier, memberikan penjelasan prosedur dan standaar financial CRC. Jangankan bisa bicara dengan pemiliknya, dipandang saja sudah syukur. Aku berdiri sudah lebih dari satu jam, masih tetep diabaikan seperti tunggul kayu tua yang tak berguna. "tega ya" gumamku. Maklum masi suasana paska gempa. Masih banyak yang membutuhkan bahan bangunan. Aku tidak patah semangat. Aku terus melakukan investigasi kecil2an. “Kapan saat yang tepat untuk berbicara kepada mereka”. Investigasiku tidak sia2, akhirnya aku mendapatkan jawaban. Sabtu sore, adalah waktu yang tepat untuk bebricara dengan mereka. Pada saat itulah toko sepi dan lengah.

Pada awalnya toko2 keberatan untuk diajak bekerjasama. Tidak semua toko mau menerima pembayaran dengan cheque dan bank transfer. Apalagi peraturan financial Palang Merah Kanada yang mengharuskan membayar degan check atau bank transfer bila lebih dari 1 juta. Supplier meminta pembayaran cash dibawah 5 juta. Pendekatan pertama gagal.
Pendekatan kedua dengan memakai strategi. Aku undang supplier ke kantor untuk membicrakan prosedur CRC. 90% toko menolak dengan alasan yang kompak & seragam (seperti anak panti) tidak memiliki waktu luang. Aku setujui permintaan mereka untuk melakukan pertemuan di hari Minggu. Bulan pertama aku banyak menghabiskan waktu weekendku di gunung sitoli.

Dengan penjelasan atas nama kemanusian dan menolong masyarakat yang membutuhkan, bukan sekedar untuk mencari untung belaka dan kemauan untuk belajar dari seorang pebisnis kempung menjadi pebisnis professional (seperti pendeta berkhotbah mereka menndengarkan kata sambutanku degan antusias). Meraka membuka lapang dada menerima peraturan & prosedur CRC. Cukup sulit juga untuk memulai suatu hal. Prosedur sudah dijelaskan namun masi ada saja kesalahan.
Penjajakan pertama
“Bang seperti penjelasan di rapat kita tempo hari, jadi surat permintaan penawaraannya diisi, nanti siang saya jeput kembali” kata ku. “Gampang.. pokoknya bos terima bersih” Dengan semangat pemilik toko menjawabku. Tiba saatnya aku menjuemput penawaran. 3 dari 5 supplier menjawab “bang barang sudah aku sipakan , tinggal diangkut ke mobil, mana mobilnya bang biar anggota yang naekan”. “Lho kertas yang saya kasi tadi pagi mana?” Tanya ku. “sudah saya buang, tapi saya sudah tulis kok di bon” jawabnya dengan enteng. Alamak.....!! Aku hanya bisa senyum kecut pada saat itu. Dengan hati yang sabar aku jelaskan kembali kepada mereka arti dari surat permintaan penawaran.

Masih banyak kejadian lucu, aneh yang akan aku wariskan ke anak cucu ku kelak. Telponku berdering “Barang2 yang abang ambil kemaren kok bayarnya pake kertas? Gimana niy bang?” Kata supplier di ujung telp dengan logat sedikit marah. “Ohhhh itu namanya check, kita bisa cairkan di bank, ntar kalau saya ke gunung sitoli, saya akan kasi tau cara mencairkannya” Jawab ku.

Belum lagi keterbatasan komunikasi dengan supplier yang luar kota. Kalau mereka memiliki jaringan internet fine. Tapi bagaimana dengan yang tidak memeiliki internet, via pos? Akan tiba 2 minggu kemudian, via fax? No fax communication at our office. Akhirnya melalui pendekatan yang baik dengan beberapa LSM aku dapat menerima fax melalui mereka. Seperti penjajah, Bila fax sudah diterima, tidak segan2 aku minta tolong mereka untuk scan and email ke aku. Tentunya dengan balasan iming2 yang memukau, walaupun belum pernah janji yang aku tepati. Hehehehehe jangan bilang siapa2!!!

Pernah aku mengalami kejadian yang memalukan. Pada saat itu fax dibeberapa LSM rusak, akhirnya karena hubungan yang baik aku bisa berhasil menerima fax dari salah satu supplier yang berada di Gunung Sitoli. “Andi saya sudah terima fax dari Medan” Kata supplier. “Thanks bang nanti kalau ada orang yang ke gunung sitoli aku suruh meraka ambil” Jawab ku. “Eh bang harga mereka lebih bagus dari harga yang aku kasi, jadi meraka yang menang baa” kata supplier dengan aksen Nias yang kental. Aku hanya bisa garuk2 kepala, sambil bergumam dalam hati “kejadian terbodoh yang pernah ku alami”.

Ini baru kejadian supplier. Rintangan dan halangan delivery proses tidak kalah serunya. “Jembatan muzoi putus” kata operator radio room kepadaku. Alamak.. Satunya2 akses menuju dari dan ke lahewa harus melewati jembatan. Minyak adalah hal yang penting tulang punggung proses kegiatan. Stock minyak semakin menipis hari demi hari. "kenapa gak pake porter adja, jadi orang kok repot" celetuk congo. "Kalu gak mo repot jangan jadi orang, lagian porter juga manusia" potongku.
Porter dadakan pun menjamur. Tidak pandang bulu semua yang dekat denganku, aku kerahakan menjadi porter. Dengan semangat 45 kami berhasil menyebrangkan drum kosong untuk disi di Gunung Sitoli. “Siapa yang angkat drumnya kalu sudah disi 200liter / drum mana ada yang sanggup angkat bang” celutuk salah satu security. Ide berlian datang tak diundang dibenaku. Dengan menggunakan selang sebagai senjata, kami pompa minyaknya dari drum yang berisi ke drum kosong. Lumayan jauh jaraknya ±40m membutuhkan waktu seharian untuk memompa 5 drum.

Paling tidak ini terbayar, dengan semangat one team, kami dapat menyelasaikan membangun 2100rumah di 24 desa. Bangga rasanya melihat rumah2 bantuan Palang Merah yang berdiri seperti jamur bermunculan dimusin hujan.
Notes:
Ternyata 75%, para supllier di Gunung Sitoli memakai barang bermerk seperti Bonia (Boneng niy ya??) serius bonia asli, yang gak kalah gengsinya, operasi sinus adja sampe ke Rumah Sakit Raffles Hospital Singapore. Tuhh ternyata mereka gak kampung2 amir.

Senin, 02 Februari 2009

Unoccupied Beautiful Makora Island

View of Makora Island
Kalau ke Sabang ada ferry penumpang yang sangat layak konsumsi dan tersedia berbagai jenis kelas seperti layaknya pesawat, mulai dari kelas ekonomi, bisnis & eksekutif yang dapat ditempuh hanya 1 jam dari pelabuhan Ulele di Banda Aceh. Kalau ke sibolga ada ferry yang biasa disebut dengan kapal cepat. Ferry ini dapat menempuh 3 jam dari gunung sitoli sedangkan ferry besi (yang dapat menampung penumpang & berbagai jenis kendaraan) yang dikelola oleh ASDP bisa ditempuh dalam waktu lebih dari 8 jam. Jadi wajar adja kalau masyarak setempat menyebutnya kapal cepat. Kalau kapal di makora, sulit mendeskripsikannya. Hanya manusia berhati baja, bertekad bulat dan keukeuh ingin melihat pulau ini yang berani mengambil resiko melakukan perjalanan ke pulau yang tak berpenghuni ini. Hanya sebual kapal kecil, terbuat dari kayu yang lapuk karena sudah termakan usia dan bermesin sederhana plus bonus perahu yang kerap bocor. Gayung hitam yang ternoda pelumas siap menjalankan tugasnya menguras air apabila mesin sudah mulai terendam. Inilah saatnya dibutuhkan seorang volunteer untuk menjadi nakhdoa, yang tentu saja salah satu dari penumpang. Sipemilik kapal sibuk bergelut dengan air yang berwana hitam di ruang mesin. Pilu emang, tapi itulah pemandangan yang lumrah dan kerap terjadi di pulau kecil di negri tercinta ini.

Penderitaan belum sampe disini saja. Yang namanya pulau kecil, cuaca sangat unpredictable. Jadi siap2 terpanggang bila raja siang menampakan wujudnya, atau basah kuyup bila hujan turun yang disertai dengan badai. Lengkaplah penderitaan ini. Tetapi semua tantangan, halangan dan rintangan tidak menggoyahkan semangat kami. Ini terlihat dari bukti canda, tawa dan pose nakal kami yang kadang2 membuat kapal hilang keseimbangan dan sebuah lagu yang mendadak tercipta dinyanyikan dengan nada yang tidak jelas. Begini liriknya “Naik kapal besar tidak tersedia, naik kapal sedang juga tidak ada, naik kapal kecil terima adja”.

Cuaca sangat mendukung saat keberangkatan kami. Mendung ditambah ikan2 kecil berlompat2 mendekat kearah kapal kami. Suatu pemandangan yang attractive. Namun cuaca yang tiba2 berubah panas membuat kami berebut untuk bertedu. Cover area untuk berteduh limited edition, tidak cukup untuk menapung kami yang lebih dari 20orang saat itu. Jadi hukum sale berlaku disni, siapa cepat dia dapat. Sebenarnya ruang teduh ini hanya untuk melindungi mesin kapal dari panas dan hujan, jadi harus rela kalau si Bapak menggusur untuk memeriksa mesin kapal yang sering terendam air. Jadi kegiatan menggantikan bapak sebagai nakhoda sangat lazim terjadi. Sebenarnya ini pengalaman yang seru juga, jadi tidak heran kalu anak2 saling berebut ingin menggantikan posisi si bapak.

Namun semua ini terbayar oleh pemandangan Makora Island yang sangat indah. Pulau kecil yang berpasir putih terlihat jelas didepan mata. Ingin rasanya menjeburkan diri ke air secepatnya. Makora hanya memiliki pantai sekitar 3 meter yang dangkal, selebihnya jauh menjorok cukup dalam. Dapat terlihat jelas bila memakai google, cukup menegakan bulu kuduk juga memandangnya. Puas rasanya, airnya tenang, jernih dan tidak berombak. Seperti berada di kolam renang raksasa terbuka plus pemandangan alam yang menakjubkan. Pulau2 kecil yang tidak mau kalah unjuk gigi mengelilingi pulau makora, membuat pulau ini lebih exotic untuk dipandang. Tidak rela rasanya meninggalkan pulau ini, begitu tentram dan damai. Jauh dari kehidupan hiruk pikuk kota.
How to get mokora island? Makora dapat ditempuh 1 jam dengan kapal seala kadarnya dari Lahewa, Nias Utara.

How to get Lahewa, Nias Utara? Lahewa dapat ditempuh 2 jam via darat dari Gunung Sitoli, Ibukota Nias.

How to get Gunung Sitoli? Mau tau jawabannya, will be right back after these commercial breaks.