Minggu, 15 Februari 2009

The Rock Star Toreloto Beach

Toreloto in Action


Setelah 2 hari cancel dengan alasan cucaca buruk, akhirnya aku dapat mendarat dengan mulus di Binaka Airport, Gunung Sitoli Nias. Seperti airport kecil laennya tidak ada yang spesial. Petugas check in yang tidak kenal ramah tameng dengan wajah sadis melayani customer dengan rokok ditangan, petugas airport tax yang duduk sejajar dengan petugas donasi mirip kelompencapir yang siap bertanding. Namanya aja donasi, tapi obligatory harus dibayar, emang jumlah tidak banyak cuma 3.000 perak. Tapi terkadang tetep adja ada yang gak ikhlas, namanya donasi kok dipaksa. Ada petugas X-ray yang kadang males mengidupkan mesin scan X-raynya. Blom tau jelas apakah mesinnya rusak ataw petugasnya yang males memeriksa bagasi. Yang paleng lucu ruang keberangkatan yang belum menggunakan alat speaker mengharuskan petugas boarding teriak2 seperti di terminall bus. “Merpatii-merpati-merpati, ayo pak, bu merpati silahkan boarding”. Teriak salah seorang petugas boarding dengan menggunakan toak dikalungkan dilehernya. Yang membuat aku terpukau seorang bocah menarik bagasi penumpang (pesawat Foker 50) dengan troli seorang diri ke ruang baggage claim, jumlah penumpangnya sekitar 50 orang. Wahhh hebat tapi tetep tak manusiawi. Tanpa ada komando seluruh penumpang yang jauh mendekat dan yang dekat merapat ke baggage claim area. Semua penumpang sibuk menunjuk bagasinya masing2 yang dilayani oleh hanya 2 orang petugas. Tak seorangpun yang berinisiatif untuk menunjukan sifat budaya antri (Bebek adja bisa antri, kok manusia kalah sama bebek gak mo antri). Namanya travel bag hampir mirip semuanya, aku sendiri gak mau kalah sampe 3 kale menjuk bagasi yang mirip dengan miliku. Tapi setelah dicocokan nomer dengan bagasinya salah. Capek dehhhh…!!!

Perjalan dilanjutkan ke Lahewa. Pada saat itu Gunung Sitoli – Lahewa ditempuh dalam waktu 4 jam. Padahal jaraknya Cuma 80km. Banyak jalan yang berlubang, jembatan putus, jembatan temporary yang terbuat dari batang kelapa, kalu ban mobil terselip siap2 lah mendarat ke sungai. Ada 1 jembatan panjang yang bernama Muzoi. Disitu terlihat jembatan sampe 3 buah (1 buah collapse, 1 buah temporary dan 1 buah dalam proses pembangunan). Muzoi bisa mendapat piala citra kalau ada kategori untuk jembatan terbanyak.

Setelah makan siang di Ina Irfan (ina dalam bahasa nias artinya ibu, orang nias menyebutkan nama panggilan mereka pada anak pertamanya. Jadi Ina Irfan artinya Ibunya si Irfan/Irfan adalah anak pertama) kami menuju pantai Toreloto dengan menggunakan sepeda motor. Tepat didepan jalan menuju pantai terbangun gapura selamat datang yang terbuat dari batang kayu kelapa menyambut kami. Kami menyusuri jalan setapak yang sebelah kiri dan kananya dihuni tumbuhan liar semak belukar yang tingginya melebihi pinggang orang dewasa. Pantai yang unik, pasir putih terhempar didepan mata, air jernih yang tenang dan batu2 karang raksasa yang berjejer rapi tak jauh dari bibir pantai yang membelah lautan seperti terbelah dua menjadikan pantai ini begitu berbeda. Sekali2 tampak melintas didepan kami beberapa nelayan menggunakan perahu tua dengan bapak tua yang piawai mengemudikannya.

Keindahan laen yang tampak jelas beberapa gubuk tua yang berjajar di pinggir pantai dan batu karang raksasa muncul dipermukaan bibir pantai. Kami yang pada saat itu ber8 orang berlomba2 lari untuk berdiri diatas batu karang raksasa untuk berpose ria. Inilah saatnya yang tepat untuk mengabadikan momen. Beberapa batu karang raksasa masih unjuk gigi dengan perkasanya dibawah sinar mentari, namun tepat di sebelah gubuk tempat kami berteduh tampak batu karang raksasa yang telah dikapak olah orang yang tak bertanggung jawab, tak secuilpun tersirat seni digoresan batu itu, tidak jelas maksud dan makna yang terkandung dalam bentuknya.

Pasir pantai yang tadinya berwana putih-cerah memantulkan cahaya berubah menjadi terlihat putih abu2 seiring tenggelamnya matahari. Inilah waktu yang tepat untuk menjalankan misi ritual kami, berendam, berenang, mengapung dan terkadang jiwa masa kecil suram kami timbul. Melompat dari batu karang, lempar2an pasir dan siram2an air. Segar rasanya berenang di air yang jernih tenang tanpa ada ombak sedikitpun, seperti berenang di kolam renang raksasa yang luas tanpa bertepi. Novi, Roy, Imey, Elis dan Pit sibuk berenang dengan menggunakan life jacket dan google. Sementara aku dan Indah sibuk memotret ulah pose nakal mereka dari berbagai sisi. Rasanya, menghabiskan waktu seharian disni pun tak akan bosan!!

Dari kejauan mulai tampak jelas perahu tua menuju kearah kami. Akhirnya yang kami tunggu2 datang juga. Kami menunggu perahu tua itu untuk merapat kebibir pantai. Tak sungkan beberapa diantara kami membantu bapak tua itu untuk mendorong perahu agar merapat ketepi pantai. Setelah ritual mendorong perahu selesai, kami segera merubungi nelayan dengan harapan terbesit didalam hati kami, semoga hasil tangkapannya melimpah ruah. Namun tidak sesuai dengan yang diharapkan hasil tangkapanya hanya tiga ekor ikan bawal diet. Tak terasa mentari sudah digantikan dengan rembulan. Kami hanya dapat membeli tiga ekor ikan bawal diet untuk dibawa pulang. Perut kami mulai terasa keroncongan karena pengaruh dari berendam air seharian.

Seperti daerah pedalam laennya, bila malam tiba berarti kota mati telah datang. Tidak ada kehidupan dan kegiatan. Kami hanya dapat berpangku tangan, bercengkram satu sama yang laen dan sibuk dengan kegiatan yang tak menentu arah. Jaringan GPRS yang lambat membuat kami enggan untuk bersentuhan dengan dunia maya. Malam semakin larut, yang terdengar jelas hanya suara jangkrik2 yang berlomba2 bernyanyi memacahkan keheningan malam sebagai bulu perindu dongeng sebelum tidur, menunggu malam berganti dengan hari yang penuh petualangan.

Catatan:
Seiring dengan perkembangan Rehabilitasi dan Konstruksi jalan di seluruh penjuru Nias. Lahewa sudah dapat ditempuh tidak lebih dari 2 jam dari Ibukota Nias, Gunung Sitoli.

5 komentar:

  1. petugas airport tax itu bapaknya Herman Batee jeunggnnn....

    He he he he

    BalasHapus
  2. ha..ha..ha..
    perjalanan yg mengesankan
    *dq ngebayangin bandaranya..hmm, ngebronx banget tu

    BalasHapus
  3. kok jalan-jalan terussss... kerja di mana sih? mau donk, kalo diajak :)

    BalasHapus
  4. Baca artikel dibawah deh mbak judulnya "Asyiknya kadi PSK". Ntar mbak tau aku kerja dimana. hehehhehe. Thanks atas kunjungannya

    BalasHapus

Jangan sungkan tuk ninggali komen. Plissssss